1. Isi
Sila Ke-2 Pancasila
“KEMANUSIAAN YANG ADIL DAN BERADAP”
Dengan sila Kemanusiaan yang adil dan
beradab, manusia diakui dan diperlakukan sesuai dengan harkat dan martabatnya
sebagai mahluk Tuhan Yang Maha Esa. Memiliki derajat, hak dan kewajiban asasi
yang sama tanpa membeda-bedakan suku, keturunan, agama dan kepercayaan, jenis
kelamin, kedudukan sosial, warna kulit dan sebagainya.
Adil pada hakekatnya berarti memberikan
atau memperlakukan seseorang atau pihak lain sesuai dengan apa yang menjadi
haknya. Hak setiap manusia adalah diakui dan diperlakukan sesuai dengan harkat
dan martabatnya yang sama derajatnya, yang sama hak dan kewajiban-kewajiban
asasinya, tanpa membedakan suku, keturunan dan sebagainya.
Jadi orang dikatakan bersikap dan
bertindak adil kalau ia tidak melanggar hak orang lain, atau secara positif
memberikan kepada orang lain apa yang menjadi haknya. Seseorang merasa
diperlakukan adil apabila ia menerima atau diperlukan sesuai dengan apa yang
merupakan haknya. Hak setiap manusia adalah dihormati harkat dan martabatnya,
derajatnya, hak-hak dan kewajiban asasinya.
Kewajiban asasi atau esensi manusia
adalah keharusan melakukan suatu tindakan yang harus dipertanggungjawabkan atas
pelaksanaan hak kebebasan asasi sebagai mahluk ciptaan Tuhan. Manusia bebas
melakukan pilihan-pilihan, bebas menentukan sikap dan pendiriannya serta bebas
menentukan dirinya sendiri. Tetapi pilihan-pilihan itu wajib
dipertanggungjawabkan kepada tuntunan kodratnya sebagai mahluk Tuhan, kepada
kemanusiaannya secara adil dan beradab.
Kewajiban sosial berbeda dengan
kewajiban asasinya. Kewajiban sosial adalah keharusan manusia menghormati
batasan-batasan kebebasannya sebagai mahluk sosial yang harus hidup
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Batasan-batasan kebebasan sosial adalah
norma-norma hukum, adat istiadat, dan sopan santun yang berlaku di dalam
masyarakat yang telah merupakan kesepakatan bermasyarakat.
Dengan melaksanakan kewajiban kewajiban
asasi atau esensial dan kewajiban sosial manusia bersikap adl. Karena keadilan
menuntut agar apa yang kita tuntut sebagai hak kita, pada prinsipnya wajib kita
akui sebagai hak orang lain juga.
Dengan
demikian, keadilan justru harus memihak kepada apa yang menjadi hak oran lain.
Sikap tidak berat sebelah hanya adil apabilsa sikap itu mengakui dan
memperlakukan hak yang sama pihak-pihak yang bersangkutan.
Pemahaman nasionalisme yang berkurang
turut menjadikan sila kedua Pancasila merupakan sesuatu yang amat penting untuk
dikaji. Di saat negara membutuhkan soliditas dan persatuan hingga sikap gotong
royong, sebagian kecil masyarakat terutama justru yang ada di perkotaan justru
lebih mengutamakan kelompoknya, golonganya bahkan negara lain dibandingkan
kepentingan negaranya. Untuk itu sebaiknya setiap komponen masyarakat saling
berinterospeksi diri untuk dikemudian bersatu bahu membahu membawa bangsa ini
dari keterpurukan dan krisis multidimensi.
Sebagai warga Negara kita memiliki
kewajiban untuk hidup bernegara sesuai dengan dasar-dasar Negara kita. Perilaku-perilaku
yang menyimpang seperti adanya sikap premanisme yang brutal seperti yang kita
lihat dalam kejadian “Kasus sidang Blowfish di daerah Pengadilan Negeri Jakarta
Selatan” menunjukkan bahwa perlunya pendidikan kewarganegaraan bagi masyarakat
baik itu di jenjang pendidikan formal ataupun pendidikan berwarga Negara di
dalam lingkungan masyarakat.
Oleh karena itu dalam kaitannya
dengan hakikat Negara harus sesuai dengan hakikat sifat kodrat manusia yaitu
sebagai makhluk individu dan makhluk social. Maka bentuk dan sifat Negara
Indonesia bukanlah Negara individualis yang hanya menekankan sifat makhluk
individu, namaun juga bukan Negara klass yang hanya menekankan sifat mahluk
social, yang berarti manusia hanya berarti bila ia dalam masyarakat secara keseluruhan.
Maka sifat dan hakikat Negara Indonesia
adalah monodualis yaitu baik sifat kodrat individu maupun makhluk social secara
serasi, harmonis dan seimbang. Selain itu hakikat dan sifat Negara Indonesia
bukan hanya menekan kan segi kerja jasmani belaka, atau juga bukan hanya
menekankan segi rohani nya saja, namun sifat Negara harus sesuai dengan kedua
sifat tersebut yaitu baik kerja jasmani maupun kejiwaan secara serasi dan
seimbang, karena dalam praktek pelaksanaannya hakikat dan sifat Negara harus
sesuai dengan hakikat kedudukan kodrat manusia sebagai makhluk berdiri seniri
dan makhluk tuhan.
2. Nilai-nilai
Sila Ke-2 Pancasila
Nilai kemanusiaan yang adil dan beradab
mengandung arti kesadaran sikap dan perilaku sesuai dengan nilai-nilai moral
dalam hidup bersama atas dasar tuntutan hati nurani dengan memperlakukan
sesuatu hal sebagaimana mestinya.
Secara
Umum dapat dilihat dalam penjelasan berikut ini :
a) Merupakan
bentuk kesadaran manusia terhadap potensi budi nurani manusia dalam hubungan
dengan norma-norma kebudayaan pada umumnya.
b) Adanya
konsep nilai kemanusiaan yang lengkap, adil dan bermutu tinggi karena
kemampuannya berbudaya.
c) Manusia
Indonesia adalah bagian dari warga dunia, meyakini adanya prinsip persamaan
harkat dan martabat sebagai hamba Tuhan.
d) Mengandung
nilai cinta kasih dan nilai etis yang menghargai keberanian untuk membela
kebenaran, santun, dan menghormati harkat kemanusiaan
45
Butir Pancasila ( berdasarkan P4 ) Pada Sila ke Dua, yaitu :
1. Mengakui
dan memperlakukan manusia sesuai dengan harkat dan martabatnya sebagai makhluk
Tuhan yang Maha Esa.
2. mengakui
persamaan derajat, persamaan hak, dan kewajiban asasi setiap manusia, tanpa
menbeda-bedakan suku, keturunan, agama, kepercayaan, jenis kelamin, kedudukan
sosial, warna kulit dan sebagainya.
3. Mengembangkan
sikap saling mencintai sesama manusia.
4. Mengembangkan
sikap tenggang Rasa dan tepa selira.
5. Mengembangkan
sikap tidak semena-mena terhadap orang lain.
6. Menjunjung
tinggi nilai-nilai kemanusiaan.
7. gemar
melakukan kegiatan kemanusiaan.
8. berani
membela kebenaran dan keadilan.
9. bangsa
Indonesia merasa dirinya sebagai bagian dari seluruh umat manusia.
10. Mengembangkan
sikap hormat menghormati dan bekerjasama dengan bangsa lain.
3. Contoh
Kasus Pada Sila Ke-2 Pancasila
Nilai kemanusiaan yang adil dan beradab
mengandung arti kesadaran sikap dan perilaku sesuai dengan nilai-nilai moral
dalam hidup bersama atas dasar tuntutan hati nurani dengan memperlakukan
sesuatu hal sebagaimana mestinya. Bukti dari pelanggaran sila kedua Pancasila :
1.
Contoh Kasus Positif pada Sila Ke-2
Pancasila
Merdeka.com – Seperti diceritakan
Yati, anaknya beberapa kali diberi uang usai menjadi penonton di Dahsyat.
Menurutnya, Olga juga ramah menyapa para penggemarnya.
“Anak saya Agus kan sudah kenal, kalau pulang suka dikasih ongkos,” ungkap Yati kepadamerdeka.com, Jumat (27/3).
“Anak saya Agus kan sudah kenal, kalau pulang suka dikasih ongkos,” ungkap Yati kepadamerdeka.com, Jumat (27/3).
Yati juga mengaku pernah mendengar
kebaikan Olga lain kepada penonton Dahsyat yang sedang membutuhkan. “Dia (Olga)
memang suka berbagi, apalagi kalau sudah kenal,” tuturnya. Di kalangan artis
semua juga tahu soal kedermawanan Olga. Seperti dikatakan Vico Mr Bean
Indonesia yang pernah diberikan uang oleh Olga usai mengisi acara di salah satu
stasiun televisi.
“Aku dikasih uang Rp 100 ribu, Rp 50
ribu dua lembaran. Enggak hanya aku, kru, temen artis yang baru sampai satpam
juga dikasih,” katanya. Saat itu, kata Vico, terkejut Olga sangat dermawan.
“Saya kaget saya tanya uangnya kok dibagi-bagiin Olga, tapi dia hanya senyum,”
ujar Vico. Kini setelah kepergiannya, semua orang hanya bisa mengenang segala
kebaikan dan kemuliaan hati seorang Olga Syahputra.
Dari berita diatas bahwa memberi tanpa
melihat siapa yang memberi dan siapa yang menerima. Karena dijaman sekarang ini
tingginya individualisme dikalangan masyarakat menunjukkan sikap yang saling
tolong menolong.
2.
Contoh Kasus Negatif Pada Sila Ke-2
Pancasila
a) Tragedi
Trisakti
Dua belas tahun lalu atau 12 Mei 1998,
situasi Indonesia khususnya Ibu Kota Jakarta sedang genting. Demonstrasi
mahasiswa untuk menuntut reformasi dan pengunduran diri Presiden Soeharto kian
membesar tiap hari. Dan kita tahu, aksi itu akhirnya melibatkan rakyat dari
berbagai lapisan.
Salah satu momentum penting yang menjadi
titik balik perjuangan mahasiswa adalah peristiwa yang menewaskan empat
mahasiswa Universitas Trisakti, Elang Mulia Lesmana, Heri Hertanto, Hafidin
Royan, dan Hendrawan Sie
Mereka ditembak aparat keamanan saat
melakukan aksi damai dan mimbar bebas di kampus A Universitas Trisakti, Jalan
Kyai Tapa Grogol, Jakarta Barat. Aksi yang diikuti sekira 6.000 mahasiswa,
dosen, dan civitas akademika lainnya itu berlangsung sejak pukul 10.30
WIB.
Tewasnya keempat mahasiwa tersebut tidak mematikan
semangat rekan-rekan mereka. Justru sebaliknya, kejadian itu menimbulkan aksi
solidaritas di seluruh kampus di Indonesia. Apalagi, pemakaman mereka disiarkan
secara dramatis oleh televisi. Keempat mahasiswa itu menjadi martir dan diberi
gelar pahlawan reformasi. Puncak dari perjuangan itu adalah ketika Soeharto
mengundurkan diri sebagai presiden pada Kamis, 21 Mei 2008.
b) Hutang
Ciptakan Ketidakadilan bagi Rakyat Miskin
JAKARTA – Upaya pemerintah untuk
memenuhi kewajiban pembayaran utang yang dinilai sudah mencapai taraf
membahayakan telah memunculkan ketidakadilan bagi rakyat kecil pembayar
pajak. Pasalnya, saat ini, penerimaan pajak, baik dari pribadi maupun
pengusaha, digenjot untuk bisa membayar pinjaman, termasuk utang yang
dikemplang oleh pengusaha hitam obligor Bantuan Likuiditas Bank Indonesia
(BLBI). Hal ini berarti rakyat kecil pembayar pajak seakan dipaksa menyubsidi
pengusaha kaya pengemplang BLBI. Akibatnya, kemampuan penerimaan negara dari
pajak justru kian berkurang untuk program peningkatan kesejahteraan pembayar
pajak seperti jaminan sosial, pendidikan, dan kesehatan.
“Kebijakan pajak negara sangat tidak adil bagi
rakyat karena penerimaan pajak tidak mampu mendorong peningkatan kesejahteraan
rakyat,” ujar pengamat Koalisi Anti Utang (KAU), Dani Setiawan, Kamis (5/5). Ia
mengungkapkan persentase pembayaran cicilan pokok dan bunga utang telah
menyerap 31 persen penerimaan perpajakan pada 2010. “Angkanya diperkirakan
tidak banyak berkurang pada tahun 2011,” imbuh dia. Pada 2011, target
penerimaan pajak dipatok sekitar 764,49 triliun rupiah, naik dari penerimaan
tahun lalu sekitar 590,47 triliun rupiah. Sementara itu, tren kewajiban
pembayaran cicilan dan bunga utang pemerintah terus meningkat dan pada 2011
mencapai 247 triliun rupiah, melebihi penarikan utang baru tahun ini sekitar
184 triliun rupiah.
c)
Rakyat Miskin Bulan-bulanan Ketidakadilan
Saiful Arif, selaku bidang operasional
di LBH Surabaya mengungkapkan, masyarakat miskin selama ini masih menjadi aktor
utama ketidakadilan. Sehingga justru di forum-forum hukum, masyarakat miskin
menjadi bulan-bulanan kepastian tanpa keadilan hukum.
“Suatu contoh kasus, konflik agrarian,
sengketa masih mewarnai perjalanan di tahun 2009, sebagian besar adalah
sengketa-sengketa lama yang tidak kunjung menemukan jalan keluar, aktor-aktor
lama masih mendominasi konflik agraria di Jawa Timur, yakni TNI, PTPN,
Pemerintah daerah, serta pihak Swasta,” ungkapnya, di Kantor LBH Surabaya,
Jalan Kidal No 6 Surabaya, Selasa (29/12/2009). LBH Surabaya mencatat telah
terjadi penggusuran terhadap 389 PKL yang dilakukan Pemerintah kota Surabaya.
Dia menjelaskan, Pemkot Surabaya di tahun 2009 melakukan penggusuran lebih dari
750 rumah warga miskin yang berada di sitren kali Wonokromo.
“Apa yang dilakukan Pemkot Surabaya dan
Satpol PP tersebut merupakan bentuk main hakim sendiri, yang sangat berlawanan
dengan ketentuan-ketentuan konstitusi, bahwa Negara Indonesia adalah Negara
hukum,” jelas Arif. Sementara itu, Syaiful Aris, selaku Direktur LBH Surabaya
mengatakan, bagi buruh di Jawa Timur tahun 2009 ini juga masih menjadi tahun
yang kelam. Cita-cita hidup layak belum juga dapat diwujudkan, karena kebijakan
upah yang masih dimanipulatif, agar upah buruh serendah-rendahnya. “Menurut
catatan yang ada di LBH Surabaya, ada 83 kasus yang melibatkan lebih dari 40
ribu buruh yang terjadi sepanjang tahun ini, dan sebagian besar kasus tersebut
belum mendapat penyelesaian,” katanya.
Kemiskinan merupakan masalah kompleks
yang di hadapi oleh seluruh pemerintahan yang ada di dunia ini. Contoh kasus
diatas hanyalah beberapa potret tentang ketidakadilan pemerintah kepada rakyat
miskin, tidak adanya tindak lanjut dari pemerintah dalam memberi bantuan
ataupun jaminan kepada rakyat miskin. Di Indonesia banyak sekali daerah-daerah
miskin yang tidak tercium oleh pemerintah. Dalam hal ini pemerintah seharusnya
memberikan pemerataan pembangunan atau bantuan kepada rakyat miskin
terutama di daerah pedesaan.
Seharusnya pemerintah juga harus memberikan
pelayanan dan fasilitas kepada masyarakat miskin seperti pendidikan, kesehatan,
air minum dan sanitasi, serta transportasi. Gizi buruk masih terjadi di lapisan
masyarakat miskin. Hal ini disebabkan terutama oleh cakupan perlindungan sosial
bagi masyarakat miskin yang belum memadai. Bantuan sosial juga sangat
dibutuhkan oleh mereka seperti kepada orang-orang penyandang cacat, lanjut
usia, dan yatim piatu. Sarana transportasi juga harus diperhatikan pada daerah
terisolir untuk mendukung penciptaan kegiatan ekonomi produktif bagi masyarakat
miskin.
d) Tragedi
Kemanusiaan etnis Tionghoa (13-15 Mei 1998 )
Sebelas tahun sudah tragedi (13-15) Mei
1998 berlalu. Tragedi kemanusiaan ini menyisakan banyak keprihatinan dan tanya
bagi banyak orang, khususnya bagi para keluarga korban yang harus kehilangan
keluarga dengan cara paksa, perempuan yang menjadi korban pemerkosaan dan etnis
Tionghoa yang dijadikan korban kekejaman para pihak yang tidak
bertanggungjawab. Ratusan manusia menjadi korban, dengan amat mengenaskan
mereka terpanggang kobaran api di dalam Yogya Plaza, Kleder, Jakarta Timur.
Tragedi ini tidak hanya terjadi di Jakarta, namun
terjadi juga di kota-kota besar lainnya di Indonesia. Tragedi ini merupakan
rentetan kejadian yang memilukan, dimana sehari sebelumnya (12 Mei 1998) empat
mahasiswa Universitas Trisakti menjadi korban penembakan oleh aparat TNI pada
saat menggelar aksi menuntut Reformasi. Kejadian 11 tahun silam tersebut adalah
sejarah kelam bangsa ini. Namun sampai dengan saat ini tak juga ada
pertanggungjawaban pemerintah atas terjadinya tragedi Mei 1998.
e) Kasus
Denis yang Pipinya Disertika
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Anggota
DPR RI Komosi VIII, KH Maman Imanulhaq, menilai kasus Denis Aprilian (10), anak
yang disetrika oleh ibu tirinya merupakan contoh fakta bahwa anak berkebutuhan
khusus masih dianggap sebelah mata. Kasus terebut meyita perhatian public
lantaran kejamnya perlakuan ibu tiri terhadap Denis. Ia menilai, karenma
berkebutuhan khusus, Denis kerap diperlakukan semena-mena termasuk kekerasan
fisik. Maman Menduga kasus Denis bukanlah satu-satunya dari banyaknya kasus
tentang ketidakadilan hak para penyandang Disabilitas ini namun tidak muncul ke
publik.
“Anak berkebutuhan Khusus rentan
diperlakukan diskriminatif atau mengalami tindak kekerasan, apalagi berusia
anak-anak seperti Denis”, kata Maman, Jumat (27/3/2015). Bercermin dari kasus
Denis, smeua pihak semestinya sadar, jika siapapun, termasuk Anak Berkebutuhan
Khusus serta penyandang Disabilitas ini memiliki kesetaraan hak, wajib belajar,
dapat bekerja dan memiliki harapan masa depan yang lebih baik. Karena itu
sepatutnya di hargai dan dilindungi.
Melihat sila kedua di Pancasila, yaitu
Kemanusiaan yang Adil dan Beradab, bahwa sudah seharusnya pemerintah
mencanangkan hukum yang mengatur untuk melindungi hak dan serta menyetarakan
antara manusia, tidak melihat bulu. Baik yang normal maupun yang tidak normal.
Dan adanya Undang-Undang untuk Anak Berkebutuhan Khusus dan Penyandang
Disabilitas. Sebab, mereka juga manusia, asas manusia sebagai mahluk sosial
yang butuh bantuan dari manusia lain untuk hidup.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar