Pengembangan Karakter
Pengembangan
atau pembentukan karakter diyakini
perlu dan penting untuk dilakukan oleh sekolah dan stakeholders-nya untuk
menjadi pijakan dalam penyelenggaraan pendidikan karakter di sekolah. Tujuan pendidikan karakter
pada dasarnya adalah mendorong lahirnya anak-anak yang baik (insan kamil).
Tumbuh dan berkembangnya karakter yang baik akan mendorong peserta didik tumbuh
dengan kapasitas dan komitmennya untuk melakukan berbagai hal yang terbaik dan
melakukan segalanya dengan benar dan memiliki tujuan hidup.
Karakter
dikembangkan melalui tahap pengetahuan (knowing),
pelaksanaan (acting),
dan kebiasaan (habit).
Karakter tidak terbatas pada pengetahuan saja. Seseorang yang memiliki pengetahuan
kebaikan belum tentu mampu bertindak sesuai dengan pengetahuannya, jika tidak
terlatih (menjadi kebiasaan) untuk melakukan kebaikan tersebut. Karakter juga
menjangkau wilayah emosi dan kebiasaan diri.
Dengan
demikian diperlukan tiga komponen karakter yang baik (components of good character)
yaitu moral knowing (pengetahuan
tentang moral), moral feeling (penguatan
emosi) tentang moral, dan moral action atau perbuatan bermoral.
Hal ini diperlukan agar peserta didik dan atau warga
sekolah lain yang terlibat dalam sistem pendidikan tersebut sekaligus dapat
memahami, merasakan, menghayati, dan mengamalkan nilai-nilai kebajikan (moral).
Dimensi-dimensi
yang termasuk dalam moral knowing yang akan mengisi ranah kognitif
adalah kesadaran moral (moral
awareness), pengetahuan tentang nilai-nilai moral (knowing moralvalues),
penentuan sudut pandang (perspective
taking), logika moral (moral
reasoning), keberanian mengambil sikap (decision making),
dan pengenalan diri (self
knowledge).
Moral
feeling merupakan
penguatan aspek emosi peserta didik untuk menjadi manusia berkarakter.
Penguatan ini berkaitan dengan bentuk-bentuk sikap yang harus dirasakan oleh
peserta didik, yaitu kesadaran akan jati diri (conscience),
percaya diri (self esteem),
kepekaan terhadap derita orang lain (emphaty),
cinta kebenaran (loving
the good), pengendalian diri (self control),
kerendahan hati (humility).
Moral
action merupakan
perbuatan atau tindakan moral yang merupakan hasil (outcome) dari dua
komponen karakter lainnya. Untuk memahami apa yang mendorong seseorang dalam
perbuatan yang baik (act
morally) maka harus dilihat tiga aspek lain dari karakter yaitu
kompetensi (competence),
keinginan (will), dan
kebiasaan (habit).
Pengembangan karakter dalam suatu sistem
pendidikan adalah keterkaitan antara komponen-komponen karakter yang mengandung
nilai-nilai perilaku, yang dapat dilakukan atau bertindak secara bertahap dan
saling berhubungan antara pengetahuan nilai-nilai perilaku dengan sikap atau
emosi yang kuat untuk melaksanakannya, baik terhadap Tuhan YME, dirinya,
sesama, lingkungan, bangsa dan negara serta dunia internasional
Kebiasaan
berbuat baik tidak selalu menjamin bahwa manusia yang telah terbiasa tersebut
secara sadar menghargai pentingnya nilai karakter (valuing). Karena
mungkin saja perbuatannya tersebut dilandasi oleh rasa takut untuk berbuat
salah, bukan karena tingginya penghargaan akan nilai itu. Misalnya ketika
seseorang berbuat jujur hal itu dilakukan karena dinilai oleh orang lain, bukan
karena keinginannya yang tulus untuk mengharagi nilai kejujuran itu sendiri.
Oleh
karena itu dalam pendidikan karakter diperlukan juga aspek perasaan (domain affection atau emosi).
Komponen ini dalam pendidikan karakter disebut dengan “desiring the good”
atau keinginan untuk berbuat kebaikan.
Pendidikan karakter yang baik dengan
demikian harus melibatkan bukan saja aspek “knowing the good” (moral knowing),
tetapi juga “desiring
the good” atau “loving
the good” (moral feeling), dan “acting the good” (moral action). Tanpa itu semua manusia akan sama
seperti robot yang terindoktrinasi oleh sesuatu paham.
Dengan demikian jelas bahwa
karakter dikembangkan melalui tiga langkah, yakni mengembangkan moral knowing,
kemudian moral feeling, dan moral action.
Dengan kata lain, makin lengkap komponen moral dimiliki manusia, maka akan
makin membentuk karakter yang baik atau unggul/tangguh.
Diagram 1. Keterkaitan komponen moral dalam pembentukan karakter
Pengembangan
karakter sementara
ini direalisasikan dalam pelajaran agama, pelajaran kewarganegaraan, atau
pelajaran lainnya, yang program utamanya cenderung pada pengenalan nilai-nilai
secara kognitif, dan mendalam sampai ke penghayatan nilai secara afektif.
Menurut
Mochtar Buchori (2007), pengembangan karakter seharusnya membawa anak ke pengenalan
nilai secara kognitif, penghayatan nilai secara afektif, akhirnya ke pengamalan
nilai secara nyata. Untuk sampai ke praksis, ada satu peristiwa batin yang amat
penting yang harus terjadi dalam diri anak, yaitu munculnya keinginan yang
sangat kuat (tekad) untuk mengamalkan nilai. Peristiwa ini disebut Conatio, dan
langkah untuk membimbing anak membulatkan tekad ini disebut langkah konatif.
Pendidikan karakter mestinya mengikuti
langkah-langkah yang sistematis, dimulai dari pengenalan nilai secara kognitif,
langkah memahami dan menghayati nilai secara afektif, dan langkah pembentukan
tekad secara konatif. Ki Hajar Dewantoro menterjemahkannya dengan kata-kata cipta, rasa, karsa.
Sumber:
Kementerian
Pendidikan Nasional. Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan
Menengah. Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Pertama. 2010. Pembinaan Pendidikan
Karakter di Sekolah Menengah Pertama. Jakarta
Tidak ada komentar:
Posting Komentar