1. Kronologi
10 WNI Disandera Hingga Dibebaskan Abu Sayyaf
Kapal tug Boat yang bertolak dari
Banjarmasin menuju Filipina pada tanggal 15 Maret 2016 mengangkut muatan coal
in bulk (batubara) dengan 10 kru Kapal, dilaporkan dibajak pada hari Sabtu
(26/3/2016).
Kasus ini terungkap usai salah satu kru
kapal yaitu nakhoda kapal TB Brahma 12, Peter Tonsen menghubungi Reza
atasan PT. Patria Maritime Line cabang Banjarmasin, yang beralamat di Sei
Jingah Besar kecamatan Tabunganen Batola, Banjarmasin, bahwa mereka sedang diculik.
Para penculik meminta tebusan sebesar 50 juta peso atau setara Rp 14,2 miliar.
Berikut
kronologi lengkap 10 WNI disandera hingga dibebaskan :
o
26 Maret 2016
Dua kapal berbendera
Indonesia dibajak oleh kelompok Abu Sayyaf saat sedang berlayar dari Sungai
Puting, Kalimantan Selatan menuju ke Batangas, Filipina selatan. Dua kapal yang
dibajak itu adalah kapal Brahma 12 dan kapal tongkang Anand 12 yang membawa 10
orang awak kapal berkewarganegaraan Indonesia.
Kapal dengan call sign
YDB-4731 ini sampai di sekitar Pulau Languyan, Provinsi Tawi-Tawi, Filipina,
kemudian dibajak oleh kelompok bersenjata. Kapal Brahma 12 selanjutnya ditinggalkan
begitu saja di tengah laut hingga ditemukan oleh aparat kepolisian Filipina
pada Senin (28/3) sore waktu setempat, dalam keadaan tak berawak.
o
29 Maret 2016
Presiden Joko Widodo
telah memerintahkan Kepala Kepolisian Republik Indonesia (Kapolri) Jenderal
Badrodin Haiti dan Panglima TNI Gatot Nurmantyo untuk melacak jejak para
penyandera dan ke-10 WNI tersebut. TNI juga telah menyiapkan pasukan terbaik
mereka untuk terjun ke lokasi setiap saat.
Dari sumber
merdeka.com, Selasa (29/3), ada tiga pasukan elite yang diterjunkan untuk
membebaskan para sandera. Mereka merupakan pasukan terbaik dengan anggota yang
benar-benar memiliki kemampuan khusus dan terbaik dari yang terbaik.
o
31 Maret 2016
Angkatan Bersenjata
Filipina (AFP) meyakini operasi pembebasan sandera asal Indonesia yang kini
ditawan militan Abu Sayyaf, masih bisa mereka tangani sendiri. Dengan begitu,
tawaran bantuan militer Indonesia yang sekarang sudah menyiagakan armada tempur
di Tarakan serta Bitung, ditolak secara halus, seperti dilansir inquirer.net.
Militer Filipina
memiliki prinsip tersendiri, sehingga sulit mengizinkan pasukan asing terlibat
dalam pembebasan sandera itu. "Berdasarkan konstitusi, negara kami tidak
mengizinkan adanya pasukan asing tanpa perjanjian khusus," kata juru
bicara AFP, Brigadir Jenderal Restituto Padilla saat dihubungi wartawan
kemarin.
o
8 April 2016
Umar Patek siap
membantu pemerintah untuk membebaskan WNI yang disandera Abu Sayyaf. Terpidana
kasus terorisme 20 tahun bui itu pun mengaku tanpa pamrih apapun, asalkan
persyaratan secara teknis dipenuhi.
Umar Patek alias Hisyam
bin Alizein merupakan asisten koordinator lapangan dalam aksi terorisme Bom
Bali Pertama pada tahun 2002. Insiden itu menewaskan 202 orang. Umar Patek
disebut-sebut pernah membekali para petinggi militan Abu Sayyaf saat ini dengan
pelatihan menggunakan senjata api serta merakit bom.
o
10 April 2016
18 Prajurit Filipina
tewas dalam operasi pembebasan sandera di Pulau Jolo, Basilan. Mereka tiba-tiba
disergap saat dalam perjalanan menuju medan pertempuran. Meski begitu, lima militan
berhasil ditembak mati.
o
12 April 2016
Terpukul mundurnya tentara
Filipina dalam operasi awal penyelamatan sandera dari tangan Abu Sayyaf akhir
pekan lalu tidak melemahkan moral prajurit. Militer Filipina justru kembali
menggelar operasi penyergapan lanjutan selama 10 jam pada hari berikutnya
sepanjang Minggu (10/4) malam hingga Senin (11/4) dini hari, di lokasi yang
sama, menurut keterangan juru bicara Angkatan Bersenjata Filipina (AFP). Berkat
operasi lanjutan itu, dipastikan 13 militan tewas.
o
15 April 2016
Pukul 18.31 telah kapal
berbendera Indonesia, yaitu kapal tunda TB Henry dan Kapal Tongkang Cristi di
perairan perbatasan Malaysia-Filipina kembali dibajak. Kapal tersebut dalam
perjalanan kembali dari Cebu, Filipina menuju Tarakan. Kapal membawa 10 orang
ABK WNI.
Dalam pembajakan kali
ini, seorang ABK tertembak. Sementara itu, lima orang berhasil selamat,
sedangkan empat lainnya diculik oleh kelompok tersebut.
o
26 April 2016
Militan Abu Sayyaf
menepati ancaman yang mereka sebar sejak pekan lalu untuk mulai mengeksekusi
tiga sandera asing dan satu tawanan asli Filipina. Korban pertama adalah John
Ridsdel (68) asal Kanada. Tentara Filipina menemukan kepala pria ini di salah
satu pulau kosong kawasan Jolo. Penemuan itu terjadi lima jam setelah tenggat
pembayaran tebusan lewat.
o
29 April 2016
Militer Filipina
mengerahkan pesawat tempur membombardir titik-titik diduga markas militan Abu
Sayyaf di pedalaman Pulau Jolo, Provinsi Sulu. Salah satu sandera asal
Malaysia, Wong Teck Chi, menghubungi orang tuanya lewat sambungan telepon tiga
hari lalu. Dia mengaku dipaksa lari berpindah-pindah tempat nyaris setiap
beberapa jam sekali oleh para penculiknya.
Militer Filipina mulai
menggempur Pulau Jolo melalui udara sejak dua pekan terakhir. "Kami
khawatir, anak saya bercerita bahwa sikap para penculik sekarang semakin
beringas setelah serangan udara kian intensif," kata Wong Chie Ming, orang
tua Tek Chi, yang tinggal di Kota Sibu, Serawak, Malaysia.
o
29 April 2016
Brigadir Jenderal Alan
Arrojado yang selama delapan bulan terakhir memimpin Brigade 501 Provinsi Sulu
dicopot. Dia digantikan oleh Kolonel Jose Faustino selepas satu sandera asal
Kanada dipenggal oleh militan Abu Sayyaf di Pulau Jolo.
Philippine Star
melaporkan, Kamis (29/4), Arrojado kabarnya bersitegang melawan atasannya,
Mayor Jenderal Gerrardo Barrientos. Mereka adu pendapat soal strategi menekan
militan, terkait operasi pembebasan para sandera.
o
1 Mei 2016
10 ABK Warga Negara
Indonesia telah dibebaskan oleh kelompok militan Abu Sayyaf di daerah Sulu pada
Minggu siang hari ini. Polisi wilayah Provinsi Sulu, Wilfredo Cayat mengonfirmasi
perihal pembebasan ini.
"Kita infokan ada
seorang tidak diketahui menaruh 10 WNI di depan rumah dari Gubernur Sulu
(Abdusakur) Toto Tan (II)," kata Cayat, seperti dikutip dari laman the
Star, Minggu (5/1). Presiden Jokowi memastikan 10 WNI tengah malam ini tiba di
Lanud Halim Perdanakusuma. Namun sampai saat ini masih ada 4 WNI yang
disandera. [ian]
2. Strategi
Negara Dalam Mengatasi Masalah Penyanderaan 10 WNI Oleh Abu Sayyaf
Panglima TNI Siap
Kerahkan 2 Kapal Perang untuk Tindak Tegas Penculik WNI
Jakarta -
Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo akan berkoordinasi terlebih dahulu dengan
pihak Malaysia dan Filipina untuk menangani masalah penculikan Warga Negara
Indonesia (WNI) di kawasan perbatasan tiga negara ini. Bila perlu, TNI bisa
meluncurkan kapal perangnya untuk mengamankan situasi dan menindak tegas
penculik WNI itu.
Sebagaimana keterangan pers Pusat
Penerangan TNI yang diterima detikcom, Sabtu (16/4/2016), Gatot menyampaikan
hal tersebut usai acara Peringatan HUT ke 64 Kopassus di Markas Komando Kopassus,
Cijantung, Jakarta Timur, tadi.
"Saya sebagai Panglima TNI sudah
menyiapkan pasukan untuk melakukan tindakan tegas baik di laut, di darat sampai
di hutan saya siap. Saya juga sudah mengerahkan dua Kapal Perang yaitu KRI
Badau dan KRI Slamet Riyadi ke daerah perbatasan," tegas Jenderal Gatot.
TNI sudah menerima informasi bahwa 10
orang WNI diculik oleh pihak yang diduga kelompok Abu Sayyaf. Enam orang
berhasil lepas dari penculikan, seorang di antaranya tertembak, kini sudah
berada di Malaysia. Namun empat orang WNI masih disandera.
Gatot akan berkoordinasi dengan Panglima
Angkatan Bersenjata Filipina dan Panglima Diraja Malaysia untuk berpatroli
bersama. Zona negara masing-masing tentu menjadi tanggung jawab negara yang
bersangkutan, kecuali bila diperlukan, pasukan TNI tak segan meluncur menindak
tegas penculik.
"Tetapi apabila terjadi sesuatu di
wilayah negara Malaysia dan Filipina, maka saya akan melakukan koordinasi,
siapa yang cepat maka dia yang boleh kesana. Ini adalah langkah-langkah yang segera
dilakukan," kata Panglima TNI.
Sampai saat ini, TNI tidak memungkinkan
untuk masuk ke wilayah penculikan karena itu di luar wilayah Indonesia. Namun
bila sudah ada Nota Kesepahaman antarnegara ini, maka bisa saja situasi
memungkinkan TNI untuk bertindak lebih jauh.
"Kita harus berpikiran bahwa mereka
positif, karena saat ini pun rencana Filipina akan melakukan operasi
besar-besaran di Kepulauan Zulu. Operasi yang dilakukan negara tetangga kita
tunggu saja, yang mulai siapa, kecuali Presiden Filipina kasih tenggang
waktu," pungkas Panglima TNI. (dnu/dnu)
Sebanyak 18 tentara nasional Filipina
tewas dalam tugas melawan kelompok terorisme Abu Sayyaf untuk menyelamatkan
para sandera. Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo menyebut operasi militer
tersebut sebagai wujud nyata konsistensi dari pemerintah Filipina. "Saya berpikiran bahwa tentara dari
Filipina benar-benar konsisten," tutur Gatot seusai meninjau rencana
renovasi dermaga di Pulau Biak, Papua, Sabtu (30/4/2016).
Menurut Gatot, kejadian tersebut
membuktikan kesungguhan dari Pemerintah Filipina memberantas kelompok Abu
Sayyaf. Pemerintah Indonesia, kata Gatot masih selalu berkoordinasi terkait
penyanderaan terhadap 14 WNI oleh kelompok tersebut.
"Sehingga dia melakukan operasi
bersungguh-sungguh. Dan kami selalu komunikasi dengan Filipina," sambung
Gatot menegaskan. Dia menambahkan, saat ini WNI yang
disandera masih dalam keadaan sehat. Upaya pembebasan sandera tetap menunggu
izin dari otoritas Filipina.
"UU tidak mengizinkan. Tentaranya
(TNI) mau-mau saja. Tapi UU mereka tidak mengizinkan, (jadi) nggak bisa. Tapi
intelijen kita selalu koordinasi kita selalu monitor dan yakin semua masih
selamat. Masih sehat," jelas Gatot.
Mencegah terjadinya pembajakan kapal RI
yang berujung penyanderaan, Gatot menegaskan TNI tetap memaksimalkan pengamanan
wilayah perairan.
"Di Tarakan sudah ada (pengamanan
oleh TNI). Masalahnya itu penculikannya itu bukan di wilayah kita. Kalau
penculikannya di wilayah Indonesia, berarti Angkatan Laut yang lemah. Tapi
perompakan di negara lain. Sedangkan kita tidak boleh masuk ke sana," ujar
Gatot. (fdn/fdn)
3. Pendapat
Anda Jika Terjadi Kejadian Yang Sama Dilain Waktu Mendatang?
Jika
terjadi kejadian penyanderaan WNI oleh kelompok radikal menurut saya tentu saja
TNI tidak dapat tinggal diam jikalau ada warga negaranya menjadi korban
penyaderaan. TNI dan pemerintah harus sigap untuk menyelamatkan para korban dari
kelompok radikal itu, meskipun mungkin
tidak dalam cakupan wilayah indonesia, dapat bekerja sama dengan negara yang
menjadi tempat penyanderaan.
Karena
undang-undang setiap negara berbeda-beda mungkin ada negara yang tidak mengizinkan
negara lain untuk ikut membebaskan warga negaranya pemerintah dapat terus
mengkoodinasi dengan negara itu tentang situasi yang terjadi. Dan tetap
mewaspadai situasi terburuk yang akan terjadi dan menyiapkan misi penyelamatan
yang tepat untuk membebaskan koeban sandera.
Dalam
membebaskan para korban penyanderaan pemerintah dan TNI harus menyusun strategi
dan tidak gegabah dalam mengambil keputusan untuk membebaskan para korban dan
menjamin keselamatannya. Karna pastinya para kelompok radikal itu mengancam
para korban agar para sandera ketakutan dan melakukan semua perintah dari
kelompok radikal itu.
Misi
penyelamatan harus segera dilakukan meskipun mungkin negara menentangnya karena
harus menunggu perintah dari atasan. Jika terus menunda-nunda misi penyelamatan
akan bahaya bagi korban penyanderaan karena keselamatan menjadi taruhannya dan
korbannya akan mengalami trauma yang berat, karena bisa saja para kelompk
radikal membunuh korban sandera begitu saja semaunya para kelompok radikal itu.
Untuk
mengantisipasi agar kejadian penyanderaan oleh kelompok radikal tidak terulang
kembali negara harus menjalin kerjasama yang baik dengan negara-negara lain. Dan
tidak melewati negara yang terdapat kelompok radikalnya atau mungkin kalau jika
harus melewati wilayah keompok radikal dapat membawa beberapa anggota TNI untuk
menjaga warganya yang akan melewati wilayah kelompok radikal itu, yaa walaupun
mungkin sepertinya tidak bisa yaa :D.
Dan dalam
penyanderaan mungkin para kelompok radikal menuntut tebusan dari negara korban
sanderanya seperti berita diatas ada isu kalau kelompok Abu Sayyaf menginginkan
tebusan sebesar 50 juta peso atau sebesar Rp. 14,2 miliar. Dan menurut berita
yang saya baca katanya pemerintah tidak mengikuti keinginan tebusan dari
kelompok Abu Sayyaf tersebut, dan Alhamdulillahnya korban sandera sudah
dibebaskan dari kelompok Abu Sayyaf itu setelah 37 hari disandera.
Referensi
: